Penulis: Erisca Febriani
Penerbit: Inari
ISBN: 9786027432291
Blurb
Dulunya, Arkan dan Rani adalah sepasang kekasih. Tiba-tiba, di sebuah taman kota, Arkan mengikrarkan bahwa mereka harus berpisah.
Dua bulan telah berlalu. Sekarang, meskipun mereka satu kelas, Arkan tidak pernah lagi menyapanya. Kadang, memang selucu itu; mereka yang dulu bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengobrol tentang apa pun, kini bahkan tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan ‘hai’ atau ‘selamat pagi’.
Rani tahu Arkan membencinya. Rani tahu ini kesalahannya. Tapi Arkan seharusnya mendukungnya. Dia sedang berusaha bertahan hidup.
Dengan segala kemampuannya, dengan segala perisai dan kekuatannya, Rani berusaha bertahan dan berdiri tegak.
. . .
ReviewAwal permasalahan Serendipity dimulai ketika Arkan tidak sengaja melihat Rani, kekasihnya, berjalan bersama dengan om-om di sebuah hotel dengan mengenakan dress ketat. Arkan tidak pernah mengira, bahwa Rani yang selama ini disayanginya memiliki rahasia yang begitu besar, yang disembunyikannya dari Arkan. Ia merasa sangat marah, dan hubungan yang telah mereka bangun pun kandas malam itu juga.
Seakan tidak cukup dengan rasa sakit hatinya, Rani kembali mendapat masalah ketika fotonya pada malam itu tersebar di sekolah. Rani langsung menyangka pelakunya adalah Arkan. Karena hanya Arkan yang tahu bagaimana kejadian pada malam itu, dan foto yang tersebar pun sama persis dengan foto yang kemarin ditunjukkan Arkan. Dan mulai saat itu, Rani mulai membenci Arkan. Cinta yang dulu tumbuh di hatinya, perlahan mengikis dan digantikan rasa benci juga kecewa. Apalagi melihat tingkah Arkan yang terang-terangan tidak menyukainya.
Seakan takdir mencoba membantu keterpurukan Rani, Gibran datang dengan berstatus sebagai murid baru. Ia menawarkan pertemanan kepada Rani, yang semula diabaikan namun berakhir dengan hubungan persahabatan. Perlahan Gibran pun mulai berpengaruh besar ke dalam kehidupan Rani. Sebagai sahabat, sebagai tempat Rani untuk bercurah rasa, dan sebagai satu-satunya orang yang bersiap untuk melindungi Rani ketika gadis itu menerima perlakuan buruk dari teman-temannya sendiri. Gibranlah penolong Rani.
Tapi bagaimana jadinya ketika kebenaran besar lainnya mulai terungkap satu-persatu? Kebenaran nyata yang selama ini tak disadarinya. Dan ketika Rani berusaha menyusun kepingan puzzle itu, ia sadar, bahwa masih banyak rahasia yang tersimpan di kehidupannya, termasuk tentang Ibunya dan... Arkan.
. . .
Sebelumnya, saya sudah pernah mereview novel pertama karya Erisca Febriani, Dear Nathan. Dan sekarang, saya kembali mendapat kesempatan untuk membaca novel keduanya, Serendipity. Dan ya, jika membandingkan dengan karya pertamanya, Erisca jelas memiliki peningkatan yang menurut saya cukup drastis. Alur pada Serendipity jauh lebih matang dibandingkan Dear Nathan.
Saya menikmati setiap lembarnya, seperti mengajak saya untuk dapat memasuki kehidupan Rani, dan ya, itu berhasil. Bukan hanya ikut terbawa suasana, saya pun merasa menjelma menjadi sosok Rani. Semua permasalahannya yang dihadapinya dengan ketegaran luar biasa.
Yang saya suka dari novel ini, adalah karakter tokohnya. Arkan yang dingin namun diam-diam perhatian. Gibran yang pecicilan namun bijak. Jean yang menjauhi Rani namun peduli dengannya. Dan Rani sendiri, yang kuat dan tegar. Yang berani untuk menghadapi masalah meskipun tidak seorangpun yang berpihak kepadanya.
Untuk alur, saya lumayan suka. Tapi ada beberapa adegan yang tidak saya sukai karena menurut saya terlalu mendramatisir. Yah, tidak banyak, kok, hanya di beberapa bagian. Dan itu pun tertolong oleh gaya tulisan Erisca yang terkesan mengalir.
Saya berniat memberi novel ini 4,5 bintang, tapi berakhir dengan keputusan saya untuk hanya memberikan 4 bintang. Ada satu hal yang sebenarnya masalah kecil, tapi perlu dipertanyakan juga. Saya lupa ketika bab berapa, tapi ketika saya membaca, saya berpikir, "Lho, kok Arkan mikirnya tangan Rani hangat? Rani aja merasa kedinginan." Saya hanya ingat itu, tapi saya lupa itu di bab mana :D
Berikutnya, masalah pendalaman karakter. Sejujurnya saya suka karakter setiap tokohnya, tapi entah mengapa, saya malah menyukai Gibran dibandingkan Arkan. Gibran terlihat menguasai hampir cerita ini, sedangkan Arkan malah terkesan sebagai pemeran pembantu saja. Padahal, kenyataannya sebaliknya, bukan?
Tapi saya suka dengan quote-quote bijak Erisca. Bertebaran kalimat-kalimat dalam novel ini yang menurut saya quotable sekali.